‘Melek’ Peluang dan Tantangan Komunitas Ekonomi ASEAN dalam Meningkatkan Daya Saing Pariwisata Malang

DSC_0398

 

LAB-HI UB, Malang – Komunitas ASEAN  segera terwujud, peluang dan tantangannya juga semakin nyata dihadapan seluruh negara yang tergabung dalam ASEAN. Untuk menjawab tantangan sekaligus peluang tersebut, tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini yang mendorong Laboratorium Hubungan Internasional Universitas Brawijaya (Lab HI UB) bekerjasama dengan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) mengadakan Seminar Nasional tentang komunitas ASEAN dan relasinya dengan perekonomian dalam sektor pariwisata. Tema yang dibawa adalah Menuju Komunitas Ekonomi ASEAN 2015 : Meningkatkan Daya Saing Pariwisata Malang. Seminar yang diselenggarakan di Hall Studio UB TV pada (13/11) ini dihadiri oleh 250 mahasiswa dari berbagai fakultas dan universitas.

Ada banyak faktor yang saling berkaitan yang harus dikaji agar langkah-langkah yang diambil pemangku kebijakan, baik negara maupun aktor non-negara, tidak salah arah. Prospek ekonomi tentu menjadi yang dominan dalam perwujudan komunitas ini. Dibuka oleh Mely Noviryani selaku Ketua Lab HI UB, disusul peresmian pembukaan seminar oleh Darsono Wisadirana selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Seminar ini diisi oleh tiga pembicara dari tiga institusi yang berbeda. Pertama yaitu  Ina Hagniningtyas Krisnamurthi dari Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN  (Ditjen Kerja Sama ASEAN), kemudian P.M. Erza Killian sebagai perwakilan dari Program Studi HI UB, dan Herman Maryono dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia.

Poin penting yang dibawa dalam acara ini adalah bagaimana sektor pariwisata di Kota Malang dapat beradaptasi dengan Komunitas ASEAN yang akan dihadapi pada akhir tahun 2015. Banyaknya tantangan yang akan dihadapi oleh sektor pariwisata Malang mengakibatkan perlunya sektor tersebut memahami bagaimana peluang dan tantangan untuk bisa survive dalam konsep pariwisata yang dibangun oleh Komunitas ASEAN nantinya.(elly/dhea)

Diskusi Bulanan: Menelaah Arah Politik Luar Negeri Indonesia di Era Presiden Jokowi

DSCN5132

 

LAB-HI UB Malang. – Berbicara tentang percaturan politik dunia, tidak akan lepas dari kajian politik luar negeri antar negara. Achmad Fathoni, salah satu dosen pembicara dari program studi Hubungan Internasional (PS HI) mengatakan bahwa selain harus tetap konsisten dengan prinsip politik bebas-aktif, Indonesia juga harus secara jelas menentukan orientasi politik luar negerinya.  “Kebijakan domestik akan selalu berkelindan dengan kondisi internasional yang berkembang dan sebaliknya,” ujarnya. Pemaparan ini disampaikan  dalam diskusi bulanan Laboratorium Hubungan Internasional FISIP Universitas Brawijaya yang bekerjasama dengan BEM FISIP Bunga Karya  pada hari Senin, (10/11). Diskusi ini berintikan kajian tentang masuknya babak baru pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi yang  diprediksi akan ‘bermain’ lebih banyak di ranah maritim.

Sejalan dengan yang disampaikan oleh Achmad Fathoni, H.B. Habibi Subandi yang juga menjadi pemateri dalam diskusi yang dilaksanakan di Gedung Prof. Yogi Sugito Lantai 7. Ia menyatakan bahwa dalam kurun waktu yang lama Indonesia tidak melirik sektor maritim. “Politik luar negeri Indonesia saat ini memang diarahkan pada penguatan maritim dengan tetap menjadi penengah dalam setiap konflik,” ujar dosen Ilmu Politik UB tersebut. mantan staf KBRI India ini juga memberikan eksplanasi tentang teori dalam kajian Geopolitik, Sea Power Theory (Alfred Thayer Mahan) dan Heartland Theory (Halford John Mackinder). “Permasalahan utamanya saat ini mencuat dalam konflik Laut Cina Selatan,” tukasnya.

Diskusi dimulai pada pukul 15.17-16.40 dengan jumlah peserta 47 mahasiswa dari lintas jurusan. Peserta terlihat sangat antusias ketika M. Iqbal Yunazwardi, salah satu mahasiswa Hubungan Internasional, menanyakan tentang relevansi prinsip bebas-aktif dalam politik luar negeri Indonesia dan bagaimana dengan pengolahan sektor maritim Indonesia, pemerintahan yang baru dapat mengangkat posisi dan nilai ‘tawar’ negara.(elly/dhea)

Seminar Nasional Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia

foto 4

Malang (16/09/2014)  Seminar Nasional kali ini merupakan sebuah agenda yang diselenggarakan oleh program studi Hubungan Internasional dan bekerja sama dengan Laboratorium HI. Seminar ini bertemakan” Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia : Proyeksi Strategi Pertahanan dan Kebijakan Ekonomi Politik “. Bertempat di Aula Fakultas Teknologi Pertanian acara ini menghadirkan dua narasumber yaitu Bapak Darmawan Prasodjo, Ph.D selaku pakar migas nasional dan Ibu Jaleswari Pramodhawardani dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, Jakarta.

Secara garis besar, seminar ini membahas sebuah pertanyaan besar tentang bagaimana poros maritim Indonesia di masa Presiden Joko Widodo mendatang. Para narasumber menjelaskan lebih spesifik bagaimana memberi pandangan terhadap potensi poros maritim di era kepemimpinan yang baru. Bapak Darmawan Prasodjo, Ph.D lebih detail menjelaskan tentang profit ekonomi yang bisa didapatkan oleh Indonesia apabila dapat mengembangkan potensi maritimnya. Disisi yang sama, Ibu Jaleswari Pramodhawardani lebih membahas tentang sebuah strategi yang efektif untuk memaksimalkan potensi maritim Indonesia.

Antusiasme mahasiswa yang hadir tidak hanya dalam lingkup Universitas Brawijaya, beberapa mahasiswa dari luar Universitas Brawijaya juga ikut berpartisipasi dalam acara tersebut. Ibu Desy Arya Pinatih selaku dosen pengajar di program studi Hubungan Internasional dan moderator acara terkait dapat membawa jalannya diskusi dengan baik.

Diskusi Bulanan : Bedah Film The China Catacylsmic vs China Today

large_bDMtV7Mx9H2B7B8JXFIxkGgJF4l

Salah satu bentuk diskusi bulanan yang dilaksanakan pada tanggal 6 Juni 2014 ini merupakan kegiatan rutinitas laboratorium hubungan internasional dalam rangka menstimulasi atmosfir diskusi ilmiah yang melibatkan mahasiswa dan dosen mengenai suatu issue tertentu.

Kegiatan kali ini mengangkat tema “China cataclysmic vs China today” bersama salah satu dosen HI UB yaitu Ibu Karina Putri Indrasari yang merupakan lulusan Seattle University dan Birmingham University.

Diskusi bulanan kali ini dikemas dengan bedah film, adapaun film yang dijadikan review adalah “To Live” (1999) yang mengangkat perjuangan hidup berbagai kelompok masyarakat China dalam menghadapi pergolakan politik antara tahun 40-70an. Kisah hidup rakyat jelata dalam menghadapi kemelut politik digambarkan sebagai pihak yang mau tak mau harus menerima kondisi yang terjadi tanpa mengerti alasan dan tujuannya. Kebesaran hati dan sikap polos mereka menjadikan film ini amat menyentuh hati.

Jalan diskusi menjadi lebih menarik ketika salah satu peserta mempertanyakan kondisi Cina dan Jepang yang sekarang sangat bersaing di regional. Disangkutkan dengan film, tentunya kita dapat melihat perkembangan Cina yang sangat cepat. Ibu Karina menanggapi dengan menjelaskan orientasi kebijakan Pemimpin Cina dari masa ke masa.

Setiap bulannya akan diselenggarakan diskusi yang dikemas secara kreatif agar tidak membosankan dan suasana bisa lebih fluid. Tentunya butuh perhatian semua mahasiswa HI UB, agar ini menjadi program rutinitas Laboratorium HI untuk menumbuhkan atmosfer akademik dan kritis di lingkungan Program Studi Hubungan Internasiona UB.

Kuliah Tamu : Germany Foreign Policy in Europe and Beyond

1127 Kuliah Tamu Jerman 2

Pada Rabu tanggal 27 November 2013, Program Studi Hubungan Internasional Universitas Brawijaya bekerjasama dengan Laboratorium HI mengadakan kuliah tamu dengan mengundang duta besar Jerman untuk Indonesia, Dr. Georg Witschel. Kuliah tamu kedua pada minggu keempat November ini diadakan di Gedung FISIP lantai 7 pada pukul 16.00 WIB.

Tema yang diangkat pada pada kuliah tamu kali ini adalah mengenai kebijakan luar negeri Jerman dan hubungannya dengan negara-negara di Eropa dan sekitarnya. Antusiasme mahasiswa FISIP khususnya mahasiswa jurusan Hubungan Internasional terlihat dari banyaknya jumlah peserta yang hadir melebihi kuota peserta awal. Dr. Georg mengawali kuliah dengan menjelaskan latar belakang terbentuknya karakter politik Jerman secara runtutan sejarah. Beliau juga secara sepintas mengutarakan pandangan personalnya atas terjadinya penyadapan pemerintah Indonesia oleh Australia, sehubungan dengan pengalaman penyadapan Jerman oleh pemerintah Amerika. Banyak mahasiswa yang terlihat bersemangat melakukan diskusi lanjut, namun karena waktu yang terbatas, hanya enam penanya yang diberi kesempatan mengajukan pertanyaannya yang langsung ditanggapi oleh Dr. Georg.

1127 Kuliah Tamu Jerman